4 Mei 2012

PERHATIAN: Nama-nama yang disebut di bawah ini (termasuk: user account Yahoo! Messenger, Twitter, Facebook, Blogger, e-mail, dan yang bersangkutan dengan itu semua) adalah palsu dan tidak berhubungan dengan kehidupan sebenarnya. Jika ada nama pembaca yang tercantum, itu hanyalah kebetulan belaka. Demikian agar dapat dimaklumi.


Ketika Mpok Imah datang di esok paginya (sehari setelah kejadian aku jatuh dari sepeda dan terpaksa harus mengenakan tongkat penyangga selama beberapa hari nanti), seruannya membangunkan Akane yang sedang tidur-tidur ayam (atau tidur-tidur kucing?) di sofa ruang televisi.
“MBAK MAYA KENAPA?” serunya bahkan ketika aku baru keluar dari rumah untuk membukakan pagar.
“Jatuh, Mpok...” kataku, tertatih-tatih menuju pagar.
“Jatuh dimana?”
“Kemarin, di jalan, pas mau pulang...”
“Astaga, harus pake tongkat ya Mbak?”
“Iya, kata dokternya harus pake sampe beberapa hari...”
“Kok bisa jatuh, Mbak?” tanya suami Mpok Imah.
“Mau nyelip mobil, terus kaget ada motor lewat dari kiri, terus oleng deh.”
“Ya ampun, Mbak...”
Mpok Imah membantuku berjalan memasuki rumah. “Hari ini belum bisa naik sepeda, Mbak, pergi ke kampus sama siapa?”
“Paling sama Oki...”
“Udah bilang Mama?”
“Belum,” jawabku, mendudukkan diri secara perlahan di sofa. “Nggak berani...”
“Bilang aja Mbak, daripada Mama ngerasa yang nggak enak...”
“Iya ya Mpok.”
Kemudian Mpok Imah pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untukku yang sampai jam setengah tujuh ini belum makan. Aku sudah terjaga sejak jam lima pagi, menonton kartun, dan sama sekali tidak berminat untuk berdiri di dapur menyiapkan makanan sendirian dengan tongkat penyangga menahan ketiakku. Sungguh tidak nyaman. Satu-satunya hal yang sudah kumakan pagi ini adalah segelas air putih ketika aku baru bangun tidur.
Kuliah dimulai pukul delapan. Maka aku memutuskan untuk online sebentar, sekadar curhat dan memberitahu pembaca setia blog-ku kalau pemeran utama dalam setiap tulisan fiksi yang kumuat di blog ini sedang mengalami keadaan yang tidak menyenangkan. Kubuka blogger.com, situs yang senantiasa kukunjungi setiap hari dan nangkring di nomor pertama most visited-ku. Tak lupa kubuka twitter.com, yang senantiasa kukunjungi setiap aku punya kalimat-kalimat yang ingin aku utarakan pada followers-ku.
Oh, ada seseorang yang baru saja mem-follow-ku. Bisa ditebak itu siapa dari user account Twitternya: @raga_bhakti.
Tak lupa, dia juga me-mention-ku. Mention-nya masuk 20 jam yang lalu,

@raga_bhakti: Kak @mayandaa, masih ingat saya? :)

TENTU SAJA MASIH INGAT, ANAK BODOH.
Tetapi aku tidak mengetik kalimat yang pertama kali terlintas dalam pikiranku itu.

@mayandaa: @raga_bhakti inget kok ^^ makasih ya kemarin, untung aku ketemu kamu

Sent. Aku tinggal menunggu, kalau dia sedang online ya paling sebentar lagi mention itu terbalas. Sembari menunggu aku menulis statusku yang terkini.

 @mayandaa: Maaf, saya tidak bisa menepati janji saya. I hurt myself, again.

Status yang (diam-diam) ditujukan untuk Satria itu muncul di timeline yang masih sepi. Jam-jam segini adalah jam-jam masih tidur-nya anak-anak sekelasku.
Tetapi betapa kagetnya aku begitu melihat Satria muncul di timeline-ku, me-retweet hasil pertandingan sepak bola siapa versus siapa yang ditayangkan tadi malam. Mendadak jantungku berdebar hanya dengan melihat username-nya.
Notification muncul di pojok kanan bawah layar laptopku.

@raga_bhakti replied one of your tweet(s)!
@raga_bhakti: @mayandaa sudah kubilang aku yang untung ketemu kakak. sekarang gimana kak, udah mendingan?

Astaga. Astaga. Astaga!
Tenang May, tenang. Aku hanya sudah lama tidak merasakan perasaan ini, sehingga ketika dia datang, hatiku belum siap mental untuk menerimanya.
Mendadak muncul notification lain dari Y!M-ku yang sedang online.

satriaMP is now online
BUZZ!!
satriaMP is typing...

Satria mem-BUZZ-ku. BUZZ virtual yang juga mem-BUZZ hatiku.
Oh, baiklah, akan kuceritakan bagaimana bisa kami punya kontak Y!M masing-masing. Simpel saja, anak-anak futsal ingin mempunyai forum dimana mereka bisa berkomunikasi dan berdiskusi tanpa perlu bertemu dan bertatap muka. Aku dan Hannah yang kebetulan sedang ada disana, ditawari untuk ikut forum itu (yang akhirnya diputuskan untuk membuat grup di Y!M, karena semua orang punya), yang tentu saja aku setujui.
Begitulah aku mendapatkan e-mail Satria dan dia mendapatkan e-mailku.

satriaMP: wht happened?
maya_melianda: accident, yesterday...
satriaMP: hah? serius? kok bisa?
maya_melianda: niatnya nyelip mobil, mobilnya mau belok kanan. Eh aku diselip sama motor kenceng dari kiri, kaget, terus oleng, nabrak trotoar -________-“ bodoh ya
satriaMP: kamu jatuh? luka? sakit?
maya_melianda: jatuh lah :)) ya gitu deh, keseleo, luka lecet dikit.
satriaMP: nggak bisa bawa sepeda dong? tapi selain itu nggak kenapa-napa, kan?
maya_melianda: nggak. aku... mesti pake tongkat, repooottt
satriaMP: astaga, separah itukah?
maya_melianda: dokternya nyuruh begitu... tapi dokternya super super baik.
satriaMP: kenapa? eh itu kamu lagi mention-an sama adek angkatan ya? cieeeeeeeeeeeeee :p

Dan aku pun tertegun. Pikiran bodoh muncul: Satria cemburu nggak ya? Karena selama aku chatting dengan Satria, selama itu pula aku berbalas tweet dengan Raga. Tweet yang terlihat akrab, seolah aku sudah kenal lama sekali dengan Raga.

maya_melianda: jadi gini ceritanya, pas aku jatuh, ternyata ada ibu-ibu sama suaminya naik mobil di belakangku, terus mereka yang nolongin aku pertama kali. terus muncullah si raga, adek angkatan yang lagi mentionan sama aku ini. Aku juga baru kenal, tapi dia tahu aku. Aku cuma inget mukanya, tau pas makrab...
satriaMP is typing...

Aku berhenti, untuk membiarkan Satria menyelesaikan ketikannya di jendela chat.

satriaMP: dan ternyata ibu-ibu ini dokter?
maya_melianda: YAK, TEPAT SEKALI. KOK TAU SIH?
satriaMP: nebak... lanjut
maya_melianda: oo. nah, terus si raga sama ibu-ibu sama suaminya tadi itu bawa aku ke rumah sakit, soalnya aku bilang pinggangku sakit
satriaMP: ke rumah sakit? :O kamu bener-bener sakit ya?
maya_melianda: shock mungkin. lagian takutnya kena organ dalam, kan. soalnya nggak ada luka luar... nah, terus aku dirontgen, ternyata nggak ada apa-apa. tapi aku tetep harus pake tongkat -___-“ waktu mau ngurus administrasi, dokternya (namanya Tiara, dokter Tiara) bilang nggak usah, anggap aja pertolongan, gitu...
satriaMP: wuaah, rontgen kan mahal :O
maya_melianda: makanya ._. aku juga awalnya nggak enak, tapi suaminya (namanya dokter Fajar) bilang sebagai saksi mereka ikut senang karena aku nggak kena sesuatu hal yang membahayakan nyawa
satriaMP: oh, baik banget ya... :O ya syukurlah, kalau kamu nggak kenapa-napa...
maya_melianda: tapi ada satu hal yang bikin aku bingung, super bingung
satriaMP: apa?
maya_melianda: aku baru aja kenal raga, BARU AJA, dan kupikir dia juga baru kenal aku hari itu, tapi anehnya adalah dia RELA NUNGGUIN AKU DIPERIKSA DI UGD SEHARIAN ITU, BAHKAN NGANTERIN AKU PULANG...
satriaMP: oh iya? dia naksir kamu mungkin... :p
maya_melianda: NGGAK MUNGKIN LAH!
satriaMP: karena kalian sekampus. mungkin dia menjunjung tinggi rasa kebersamaan. saling membantu waktu kesulitan... O:)
maya_melianda: tapi aneh banget lah ini sat... -,-a

Aku tidak berani menceritakan hal-hal mendetil, seperti fakta bahwa Raga rela menggendongku yang tidak berani berjalan (karena takut rasa sakit menusuk-nusuk lagi) di pertemuan pertama kami. Dan fakta bahwa Raga memanggilku noona.
Dan fakta bahwa senyum Raga sangat manis.

@mayandaa: @raga_bhakti ya, lumayanlah, udah nggak gitu sakit.
@raga_bhakti: @mayandaa baguslah kalau kakak nggak kenapa-napa :)

Emoticon smile yang dikirimkan Raga padaku tanpa sadar kuvisualisasikan di dalam pikiranku. Senyum Raga yang membuat matanya melengkung.

@mayandaa: @raga_bhakti kamu nggak kuliahkah? masuk jam berapa?
@raga_bhakti: @mayandaa jam sepuluh kak :p masih lama, sempet tidur lagi ini mah. kak, aku kirim DM ya :D
@mayandaa: @raga_bhakti oke, menuju TKP

Oleh karena tweet yang kukirimkan ke Raga, banyak mention yang menanyakan aku sakit apa. Heran juga, padahal kukira anak-anak masih tidur.
Kubalas mention itu satu persatu (tanpa memberi petunjuk bahwa aku kecelakaan), lalu mengecek direct messages­-ku, melihat DM yang dikirimkan Raga.

@raga_bhakti: Kak, minta id YM dong :) kalo chat kan enakan pake YM :D

Wah, cepat sekali anak ini bertindak, di hari kedua saja dia sudah mem-follow twitter-ku dan meminta id Y!M-ku.
Mendadak ada username Satria di mention-ku. Rasanya ingin kujadikan twit favorite.

@swaraSatria: Hei @mayandaa, di-buzz ga jawab -.-
@mayandaa: sorriiiiiii @swaraSatria -____________-v otw otw

Kubalas pesan dari Raga, membalas twit Satria, kemudian kembali ke kotak chatku dengan Satria, yang kutinggalkan.

satriaMP: ya emang aneh sih... tapi, anggap aja pertolongan. kalau aku ada disitu juga aku pasti nolong kamu kok :D beruntung banget ya kamu ketemu dokter-dokter yang baik
satriaMP: kamu udah makan?
satriaMP: halo?
BUZZ!!
BUZZ!!
maya_melianda: halo, halo, aduh maaf, maaf ._.v
satriaMP: asik banget ya ngetwit sama si raga? hahaha
maya_melianda: tadi balesin twitnya anak-anak, pada nanyain aku kenapa... aku belum makan, kamu? pasti makan pagi digabung sama makan siang nanti deh
satriaMP: makanlah, dikasih obat sama dokter kan mestinya? ah, you know me so well ;)
maya_melianda: iya, mpok imah lagi masak, nasi goreng kayaknya. ntar lagi paling. of course I know you so well

Selama beberapa detik, aku tidak sadar bahwa kalimat terakhir tidak sengaja kukirimkan, kutekan tombol enter tanpa berpikir. Aku terlalu terpaku pada kalimat Satria yang menyuruhku makan – dan tentang yu-no-mi-so-wel itu. Aku kemudian panik sendiri, memikirkan bagaimana reaksi Satria membaca kalimat terakhirku, apakah dia menertawakanku, atau bagaimana, aku tak tahu.
“Mbak, ayo makan dulu,” ajak Mpok Imah, dan seketika aku mencium wangi nasi goreng dari arah dapur.
“Iya, Mpok.”

satriaMP is typing...
maya_melianda: sat, aku makan dulu ya
satriaMP: okeee have a nice breakfast

@raga_bhakti: @mayandaa DM-nya udah kuterima, kak :)
@mayandaa: @raga_bhakti sip, ditunggu requestnya :p
@raga_bhakti: @mayandaa pasti :)

Kemudian aku mengupdate statusku sendiri:

@mayandaa: Chicken fried rice. Need a lot of protein(s)!

Perutku berkeruyuk keras ketika aku menghampiri meja makan. Nasi goreng dengan ayam dan telur, kemudian tahu goreng warna kuning gendut-gendut tersaji di meja makan.
“Mpok, makasih banyak ya.”
Mpok Imah tidak tahu betapa aku sangat berterima kasih karena telah menyelamatkan cacing-cacing di perutku.
Oki meneleponku tepat ketika aku selesai makan.
“KAMU KECELAKAAN?” teriaknya di ujung sana.
Kujauhkan ponsel dari telingaku.
“Semacam itu,” aku meneguk air putih banyak-banyak. “Nebeng ya?”
“KOK BISA? KOK NGGAK BILANG?”
“Kejadiannya ngedadak, Ki, lagian itu bukan kecelakaan kok, akunya saja yang bego, jatuh sendiri.”
“Kecelakaan ya mesti aja ngedadak,” decak Oki kesal. “Kenapa kamu nggak nelpon aku sih?”
“Maaf, Ki,” kataku, merasa bersalah, mendengar nada cemas,  kesal, dan jengkel dari suara Oki. “Kemarin terlalu aku masih shock... ada junior kita juga... nanti aku ceritain lengkapnya di perjalanan ke kampus.”
“Satria cerita barusan,” Oki memberi informasi. “Sebagai hukuman kamu harus pulang pergi kuliah bareng aku selama dua minggu.”
“DUA MINGGU?” giliran aku yang berteriak. “Kelamaan!”
“Sepuluh hari!”
“Seminggu!”
“Sembilan hari.”
“Seminggu...”
“Oke, seminggu,” ujar Oki. “Siap-siap, aku mau berangkat.”
Aye aye, Captain.”
Susah payah aku menuruni tangga teras yang agak banyak untuk menuju ke halaman dan menghampiri mobil Oki. Oki sudah keluar dari mobil dan dia bersama Mpok Imah memapahku. Akhirnya setelah lima menit berlalu aku berhasil keluar halaman dan duduk manis di dalam mobil Oki.
“Mpok, belanja tahu tempe yang banyak, ya?” pintaku pada Mpok Imah sebelum berangkat.
“Iya, Mbak. Hati-hati di jalan, Mas...”
Oki membunyikan klakson mobilnya sebelum meluncur pergi dengan kecepatan yang biasa.
Kampus gempar, bukan karena mereka melihatku keluar mobil Oki dengan menggunakan tongkat penyangga. Tetapi karena berita tim badminton kalah di perempat final hari Jumat kemarin. Sekarang yang bisa diandalkan hanya tim futsal dan tim basket. Beban berat menimpa mereka. Anak-anak tim futsal sudah berkumpul di sudut belakang kelas, tampaknya mendiskusikan taktik lagi.
Tetapi mereka menoleh begitu melihat aku masuk dengan tongkat penyangga dan dibantu Oki.
“Manajer!”
“Kenapa, Manajer?”
“Kamu sakit itu ternyata ini toh?”
“Kakimu kenapa, May?”
Aku nyengir lemah kepada mereka yang bertanya-tanya, dan berterima kasih karena sudah memberikan perhatian yang lebih kepadaku.
“May, kenapa?”
“Kecelakaan...” kataku.
“HAH?”
“DIMANA?”
“KOK BISA?”
“ASTAGA...”
“Sakit ya, May?”
Aku menceritakan kejadian kemarin dengan tidak terlalu detil, misalnya waktu aku bertemu seorang adik angkatan cowok super manis yang kebetulan ada di tempat kejadian dan menungguiku dan mengantarku pulang dan memberiku piggyback sehubungan dengan tidak bisanya kakiku diajak kompromi.
“Ya ampun, Maya...”
“Berapa lama harus pake tongkat?”
“Katanya sih semingguan...”
“Aduh... untung ya ada Oki...”
“Iya...”
Oki nyengir, wajahnya menunjukkan tampang oh-tentu-saja-aku-bisa-diandalkan.
Hari ini benar-benar melelahkan karena aku harus bolak-balik kelas, naik-turun tangga – karena kelas yang berbeda-beda setiap mata kuliah – dengan tongkat yang memelankan langkahku. Untung saja – benar-benar untung! – Oki adalah teman yang sangat baik. Dia rela ditinggal teman-temannya untuk menemaniku dan membantuku berjalan dengan pelan. Pada akhirnya Satria ikut berjalan pelan bersamaku dan Oki, yang diikuti Robi, Ary, Wira, Brian, dan Wahyu; anak-anak futsal yang biasa. Saat istirahat makan siang tiba, aku sudah malas turun ke bawah, dan hanya duduk terdiam di kelas menunggu jam berikutnya. Kupasang headphone-ku dan menyalakan lagu Epik High – judulnya Run.
“Mau makan apa?” tanya Oki baik hati.
“Roti coklat keju,” kataku. “Sama susu vanilla.”
“Okay, Miss.”
Oki membungkuk dalam-dalam, bersikap seperti butler. Kalau dipikir-pikir, dia memang terlihat seperti butler-ku hari ini – melayani dengan cara membantuku apa saja. Ah, kecuali ketika aku ingin ke toilet.
Oki dan kawanan yang lain dengan ramai turun ke kantin untuk makan siang, dan aku terdiam di kelas. Ada anak-anak yang lain memang, sibuk dengan tugas mata kuliah berikutnya yang belum mereka kerjakan. Tapi biasanya aku akan terlihat menyendiri, senang dengan duniaku sendiri – headphone dan music player.
Tetapi kebosanan melandaku. Akhirnya kunyalakan laptopku – yang kubawa karena Oki meminjamnya untuk presentasi kelompoknya hari ini – dan segera online Y!M.
Ada friend request dari “raga.bhakti”. Kupikir aku tahu dia siapa. Langsung saja aku accept request itu. Aku juga mendapat offline message darinya.

raga.bhakti: noona, are you sure you are ok? I can’t help but keep thinking about you since this morning.

Kubalas saja message yang terdengar gombal itu (tapi aku tolerir karena dia memanggilku noona lagi) langsung. Ternyata Raga juga sedang online.

maya_melianda: yes, I’m fine... don’t have to worry. there’s nothing to worry about :)

Dalam beberapa detik, tulisan ‘raga.bhakti is typing...’ muncul.

raga.bhakti: :) tweet-tweetnya bikin kepikiran. kakak nggak makan?
maya_melianda: tweet apa? ah, sudah kuduga, harusnya nggak usah ngetwit kalo aku lagi sakit ya -.-“ nggak, capek naik-turun tangga. kamu dimana?
raga.bhakti: di lab komputer, sekalian cari bahan buat laporan. lho, kakak harusnya makan lah...
maya_melianda: nitip sama oki, kok. kamu itu lho yang makan, bisa jalan juga
raga.bhakti: kak oki yang futsal itu ya? yang sering rame-rame sama kak satria itu kan? kakak deket sama dia ya?
maya_melianda: iya, dia temen kecilku. kenapa? cemburu?
raga.bhakti: kalau aku bilang iya?
maya_melianda: kenapa emangnya?
raga.bhakti: cause you both grew up together
maya_melianda: don’t be so immature -.-
raga.bhakti: bercanda, noona ;;)
maya_melianda: oke, oke, aku tahu. kamu tahu satria?
raga.bhakti: kenal dong, dia kan kapten futsal. sering ketemu buat rapat bareng.
maya_melianda: lho, kamu juga anak futsal?
raga.bhakti: liat bio twitterku dong, kak -___-‘ aku anak basket, kapten basket
maya_melianda: OOOALAAAHHHHH :O :O :O :O
raga.bhakti: kakak pasti nggak gitu perhatian ya, sama tim basket? :))
maya_melianda: sori, sori -.-v soalnya anak-anak angkatanku banyakan di futsal, terus mereka sering main ke rumah, jadi tanpa disengaja aku jadi manajer futsal, padahal nggak ngerti futsal...
raga.bhakti: lebih suka mana kak, futsal atau basket?

Mendadak ditanya seperti itu oleh Raga membuatku tersentak sedikit. Itu sama saja dengan ditanya: “kamu itu sebenarnya suka Satria atau Raga sih?”. Pertanyaan yang belum bisa kujawab untuk saat ini.

maya_melianda: hm? yang mana yaaa, aku nggak gitu suka olahraga sih. futsal juga nggak gitu ngerti, basket apalagi. tapi emang lebih deg-degan kalo nonton futsal sih...

...karena ada orang yang kusukai bermain di lapangan, aku menambahkan dalam hati.

raga.bhakti: ah, kalo gitu aku akan berusaha :)
maya_melianda: untuk?
raga.bhakti: bikin noona deg-degan waktu nonton basket

Begitu saja. Tanpa emoticon apapun, tanpa tanda titik, tanpa koma, tanpa tanda seru. Sesungguhnya terbuat dari apakah anak ini? Siapakah yang telah mendidiknya menjadi pria dengan tingkat kespontanan, kegombalan, dan blak-blakan 100%?

maya_melianda: astaga -_____________________________-“
raga.bhakti: =)) =)) =))
maya_melianda: do not kidding me!
raga.bhakti: no, I’m not. trust me.

Tolong, jangan memberi aku banyak alasan untuk mulai menyukaimu!
Aku kehilangan minat untuk menanggapi Raga lebih lanjut, karena terlalu memikirkan dua kalimat terakhir chatnya. Iseng, aku mengecek profil Twitter Raga. Dia sudah menyinggung-nyinggung soal ini tadi, tentang dia sebagai kapten basket.

Raga Bhakti Priandika
@raga_bhakti
basketball-ing all the time. Ima's.
Indonesia    http://facebook.com/raga.bhakti

Satu kata yang menarik perhatianku pertama kali adalah: Ima’s. Siapa Ima?
Dan kenapa dia dengan terang-terangan begitu padaku sementara dia sudah punya gadis ini – yang namanya Ima?
Sialnya lagi, kenapa lambat laun aku mulai tertarik pada Raga?
* * *

Done at 22:32
1st edit at 22:40
2 Mei 2012 

The Antique Tales . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates