Social Network
PERHATIAN:
Nama-nama yang disebut di bawah ini (termasuk: user account Yahoo! Messenger,
Twitter, Facebook, Blogger, e-mail, dan yang bersangkutan dengan itu semua)
adalah palsu dan tidak berhubungan dengan kehidupan sebenarnya. Jika ada nama
pembaca yang tercantum, itu hanyalah kebetulan belaka. Demikian agar dapat
dimaklumi.
Ketika Mpok Imah datang
di esok paginya (sehari setelah kejadian aku jatuh dari sepeda dan terpaksa
harus mengenakan tongkat penyangga selama beberapa hari nanti), seruannya
membangunkan Akane yang sedang tidur-tidur ayam (atau tidur-tidur kucing?) di
sofa ruang televisi.
“MBAK MAYA KENAPA?”
serunya bahkan ketika aku baru keluar dari rumah untuk membukakan pagar.
“Jatuh, Mpok...”
kataku, tertatih-tatih menuju pagar.
“Jatuh dimana?”
“Kemarin, di jalan, pas
mau pulang...”
“Astaga, harus pake
tongkat ya Mbak?”
“Iya, kata dokternya
harus pake sampe beberapa hari...”
“Kok bisa jatuh, Mbak?”
tanya suami Mpok Imah.
“Mau nyelip mobil,
terus kaget ada motor lewat dari kiri, terus oleng deh.”
“Ya ampun, Mbak...”
Mpok Imah membantuku
berjalan memasuki rumah. “Hari ini belum bisa naik sepeda, Mbak, pergi ke
kampus sama siapa?”
“Paling sama Oki...”
“Udah bilang Mama?”
“Belum,” jawabku,
mendudukkan diri secara perlahan di sofa. “Nggak berani...”
“Bilang aja Mbak,
daripada Mama ngerasa yang nggak enak...”
“Iya ya Mpok.”
Kemudian Mpok Imah
pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untukku yang sampai jam setengah tujuh ini
belum makan. Aku sudah terjaga sejak jam lima pagi, menonton kartun, dan sama
sekali tidak berminat untuk berdiri di dapur menyiapkan makanan sendirian
dengan tongkat penyangga menahan ketiakku. Sungguh tidak nyaman. Satu-satunya hal yang sudah kumakan pagi ini adalah segelas
air putih ketika aku baru bangun tidur.
Kuliah dimulai pukul
delapan. Maka aku memutuskan untuk online
sebentar, sekadar curhat dan memberitahu pembaca setia blog-ku kalau pemeran
utama dalam setiap tulisan fiksi yang kumuat di blog ini sedang mengalami keadaan
yang tidak menyenangkan. Kubuka blogger.com,
situs yang senantiasa kukunjungi setiap hari dan nangkring di nomor pertama most visited-ku. Tak lupa kubuka twitter.com, yang senantiasa kukunjungi
setiap aku punya kalimat-kalimat yang ingin aku utarakan pada followers-ku.
Oh, ada seseorang yang
baru saja mem-follow-ku. Bisa ditebak
itu siapa dari user account Twitternya:
@raga_bhakti.
Tak lupa, dia juga me-mention-ku. Mention-nya masuk 20 jam yang lalu,
@raga_bhakti: Kak @mayandaa, masih ingat saya? :)
TENTU SAJA MASIH INGAT,
ANAK BODOH.
Tetapi aku tidak
mengetik kalimat yang pertama kali terlintas dalam pikiranku itu.
@mayandaa: @raga_bhakti inget kok ^^ makasih ya kemarin, untung aku
ketemu kamu
Sent. Aku tinggal menunggu, kalau dia sedang online ya paling sebentar lagi mention
itu terbalas. Sembari menunggu aku menulis statusku yang terkini.
@mayandaa:
Maaf, saya tidak bisa menepati janji saya. I hurt myself, again.
Status yang (diam-diam)
ditujukan untuk Satria itu muncul di timeline
yang masih sepi. Jam-jam segini adalah jam-jam masih tidur-nya anak-anak
sekelasku.
Tetapi betapa kagetnya
aku begitu melihat Satria muncul di timeline-ku,
me-retweet hasil pertandingan sepak
bola siapa versus siapa yang ditayangkan tadi malam. Mendadak jantungku
berdebar hanya dengan melihat username-nya.
Notification muncul di pojok kanan bawah layar laptopku.
@raga_bhakti replied one of your tweet(s)!
@raga_bhakti: @mayandaa sudah kubilang aku yang untung ketemu kakak. sekarang
gimana kak, udah mendingan?
Astaga. Astaga. Astaga!
Tenang May, tenang. Aku
hanya sudah lama tidak merasakan perasaan ini, sehingga ketika dia datang,
hatiku belum siap mental untuk menerimanya.
Mendadak muncul notification lain dari Y!M-ku yang
sedang online.
satriaMP is now online
BUZZ!!
satriaMP is typing...
Satria mem-BUZZ-ku. BUZZ virtual yang juga mem-BUZZ
hatiku.
Oh, baiklah, akan
kuceritakan bagaimana bisa kami punya kontak Y!M masing-masing. Simpel saja,
anak-anak futsal ingin mempunyai forum dimana mereka bisa berkomunikasi dan
berdiskusi tanpa perlu bertemu dan bertatap muka. Aku dan Hannah yang kebetulan
sedang ada disana, ditawari untuk ikut forum itu (yang akhirnya diputuskan
untuk membuat grup di Y!M, karena semua orang punya), yang tentu saja aku
setujui.
Begitulah aku
mendapatkan e-mail Satria dan dia mendapatkan e-mailku.
satriaMP: wht happened?
maya_melianda:
accident, yesterday...
satriaMP: hah? serius?
kok bisa?
maya_melianda: niatnya
nyelip mobil, mobilnya mau belok kanan. Eh aku diselip sama motor kenceng dari
kiri, kaget, terus oleng, nabrak trotoar -________-“ bodoh ya
satriaMP: kamu jatuh?
luka? sakit?
maya_melianda: jatuh
lah :)) ya gitu deh, keseleo, luka lecet dikit.
satriaMP: nggak bisa
bawa sepeda dong? tapi selain itu nggak kenapa-napa, kan?
maya_melianda: nggak.
aku... mesti pake tongkat, repooottt
satriaMP: astaga,
separah itukah?
maya_melianda:
dokternya nyuruh begitu... tapi dokternya super super baik.
satriaMP: kenapa? eh
itu kamu lagi mention-an sama adek angkatan ya? cieeeeeeeeeeeeee :p
Dan aku pun tertegun. Pikiran bodoh muncul: Satria cemburu nggak ya? Karena selama
aku chatting dengan Satria, selama itu pula aku berbalas tweet dengan Raga. Tweet yang
terlihat akrab, seolah aku sudah kenal lama sekali dengan Raga.
maya_melianda: jadi
gini ceritanya, pas aku jatuh, ternyata ada ibu-ibu sama suaminya naik mobil di
belakangku, terus mereka yang nolongin aku pertama kali. terus muncullah si
raga, adek angkatan yang lagi mentionan sama aku ini. Aku juga baru kenal, tapi
dia tahu aku. Aku cuma inget mukanya, tau pas makrab...
satriaMP is typing...
Aku berhenti, untuk membiarkan Satria menyelesaikan
ketikannya di jendela chat.
satriaMP: dan ternyata ibu-ibu
ini dokter?
maya_melianda: YAK,
TEPAT SEKALI. KOK TAU SIH?
satriaMP: nebak...
lanjut
maya_melianda: oo. nah,
terus si raga sama ibu-ibu sama suaminya tadi itu bawa aku ke rumah sakit,
soalnya aku bilang pinggangku sakit
satriaMP: ke rumah
sakit? :O kamu bener-bener sakit ya?
maya_melianda: shock
mungkin. lagian takutnya kena organ dalam, kan. soalnya nggak ada luka luar... nah,
terus aku dirontgen, ternyata nggak ada apa-apa. tapi aku tetep harus pake
tongkat -___-“ waktu mau ngurus administrasi, dokternya (namanya Tiara, dokter
Tiara) bilang nggak usah, anggap aja pertolongan, gitu...
satriaMP: wuaah,
rontgen kan mahal :O
maya_melianda: makanya
._. aku juga awalnya nggak enak, tapi suaminya (namanya dokter Fajar) bilang
sebagai saksi mereka ikut senang karena aku nggak kena sesuatu hal yang
membahayakan nyawa
satriaMP: oh, baik
banget ya... :O ya syukurlah, kalau kamu nggak kenapa-napa...
maya_melianda: tapi ada
satu hal yang bikin aku bingung, super bingung
satriaMP: apa?
maya_melianda: aku baru
aja kenal raga, BARU AJA, dan kupikir dia juga baru kenal aku hari itu, tapi
anehnya adalah dia RELA NUNGGUIN AKU DIPERIKSA DI UGD SEHARIAN ITU, BAHKAN
NGANTERIN AKU PULANG...
satriaMP: oh iya? dia
naksir kamu mungkin... :p
maya_melianda: NGGAK
MUNGKIN LAH!
satriaMP: karena kalian
sekampus. mungkin dia menjunjung tinggi rasa kebersamaan. saling membantu waktu
kesulitan... O:)
maya_melianda: tapi
aneh banget lah ini sat... -,-a
Aku tidak berani menceritakan hal-hal mendetil, seperti
fakta bahwa Raga rela menggendongku yang tidak berani berjalan (karena takut
rasa sakit menusuk-nusuk lagi) di pertemuan pertama kami. Dan fakta bahwa Raga
memanggilku noona.
Dan fakta bahwa senyum Raga sangat manis.
@mayandaa: @raga_bhakti
ya, lumayanlah, udah nggak gitu sakit.
@raga_bhakti: @mayandaa
baguslah kalau kakak nggak kenapa-napa :)
Emoticon smile
yang dikirimkan Raga padaku tanpa sadar kuvisualisasikan di dalam pikiranku.
Senyum Raga yang membuat matanya melengkung.
@mayandaa: @raga_bhakti
kamu nggak kuliahkah? masuk jam berapa?
@raga_bhakti: @mayandaa
jam sepuluh kak :p masih lama, sempet tidur lagi ini mah. kak, aku kirim DM ya
:D
@mayandaa: @raga_bhakti
oke, menuju TKP
Oleh karena tweet yang
kukirimkan ke Raga, banyak mention yang
menanyakan aku sakit apa. Heran juga, padahal kukira anak-anak masih tidur.
Kubalas mention
itu satu persatu (tanpa memberi petunjuk bahwa aku kecelakaan), lalu mengecek direct messages-ku, melihat DM yang
dikirimkan Raga.
@raga_bhakti: Kak,
minta id YM dong :) kalo chat kan enakan pake YM :D
Wah, cepat sekali anak ini bertindak, di hari kedua saja dia
sudah mem-follow twitter-ku dan
meminta id Y!M-ku.
Mendadak ada username
Satria di mention-ku. Rasanya ingin
kujadikan twit favorite.
@swaraSatria: Hei
@mayandaa, di-buzz ga jawab -.-
@mayandaa:
sorriiiiiii @swaraSatria -____________-v otw otw
Kubalas pesan dari Raga, membalas twit Satria, kemudian
kembali ke kotak chatku dengan Satria, yang kutinggalkan.
satriaMP: ya emang aneh
sih... tapi, anggap aja pertolongan. kalau aku ada disitu juga aku pasti nolong
kamu kok :D beruntung banget ya kamu ketemu dokter-dokter yang baik
satriaMP: kamu udah
makan?
satriaMP: halo?
BUZZ!!
BUZZ!!
maya_melianda: halo,
halo, aduh maaf, maaf ._.v
satriaMP: asik banget
ya ngetwit sama si raga? hahaha
maya_melianda: tadi
balesin twitnya anak-anak, pada nanyain aku kenapa... aku belum makan, kamu?
pasti makan pagi digabung sama makan siang nanti deh
satriaMP: makanlah,
dikasih obat sama dokter kan mestinya? ah, you know me so well ;)
maya_melianda: iya,
mpok imah lagi masak, nasi goreng kayaknya. ntar lagi paling. of course I know
you so well
Selama beberapa detik, aku tidak sadar bahwa kalimat terakhir
tidak sengaja kukirimkan, kutekan
tombol enter tanpa berpikir. Aku
terlalu terpaku pada kalimat Satria yang menyuruhku makan – dan tentang
yu-no-mi-so-wel itu. Aku kemudian panik sendiri, memikirkan bagaimana reaksi
Satria membaca kalimat terakhirku, apakah dia menertawakanku, atau bagaimana,
aku tak tahu.
“Mbak, ayo makan dulu,” ajak Mpok Imah, dan seketika aku
mencium wangi nasi goreng dari arah dapur.
“Iya, Mpok.”
satriaMP is typing...
maya_melianda: sat,
aku makan dulu ya
satriaMP: okeee have a
nice breakfast
@raga_bhakti: @mayandaa
DM-nya udah kuterima, kak :)
@mayandaa: @raga_bhakti
sip, ditunggu requestnya :p
@raga_bhakti: @mayandaa
pasti :)
Kemudian aku mengupdate statusku sendiri:
@mayandaa: Chicken
fried rice. Need a lot of protein(s)!
Perutku berkeruyuk keras ketika aku menghampiri meja makan. Nasi
goreng dengan ayam dan telur, kemudian tahu goreng warna kuning gendut-gendut
tersaji di meja makan.
“Mpok, makasih banyak ya.”
Mpok Imah tidak tahu betapa aku sangat berterima kasih karena
telah menyelamatkan cacing-cacing di perutku.
Oki meneleponku tepat ketika aku selesai makan.
“KAMU KECELAKAAN?” teriaknya di ujung sana.
Kujauhkan ponsel dari telingaku.
“Semacam itu,” aku meneguk air putih banyak-banyak. “Nebeng
ya?”
“KOK BISA? KOK NGGAK BILANG?”
“Kejadiannya ngedadak, Ki, lagian itu bukan kecelakaan kok,
akunya saja yang bego, jatuh sendiri.”
“Kecelakaan ya mesti aja ngedadak,” decak Oki kesal. “Kenapa
kamu nggak nelpon aku sih?”
“Maaf, Ki,” kataku, merasa bersalah, mendengar nada
cemas, kesal, dan jengkel dari suara
Oki. “Kemarin terlalu aku masih shock... ada junior kita juga... nanti aku
ceritain lengkapnya di perjalanan ke kampus.”
“Satria cerita barusan,” Oki memberi informasi. “Sebagai
hukuman kamu harus pulang pergi kuliah bareng aku selama dua minggu.”
“DUA MINGGU?” giliran aku yang berteriak. “Kelamaan!”
“Sepuluh hari!”
“Seminggu!”
“Sembilan hari.”
“Seminggu...”
“Oke, seminggu,” ujar Oki. “Siap-siap, aku mau berangkat.”
“Aye aye, Captain.”
Susah payah aku menuruni tangga teras yang agak banyak untuk
menuju ke halaman dan menghampiri mobil Oki. Oki sudah keluar dari mobil dan
dia bersama Mpok Imah memapahku. Akhirnya setelah lima menit berlalu aku
berhasil keluar halaman dan duduk manis di dalam mobil Oki.
“Mpok, belanja tahu tempe yang banyak, ya?” pintaku pada
Mpok Imah sebelum berangkat.
“Iya, Mbak. Hati-hati di jalan, Mas...”
Oki membunyikan klakson mobilnya sebelum meluncur pergi
dengan kecepatan yang biasa.
Kampus gempar, bukan karena mereka melihatku keluar mobil
Oki dengan menggunakan tongkat penyangga. Tetapi karena berita tim badminton
kalah di perempat final hari Jumat kemarin. Sekarang yang bisa diandalkan hanya
tim futsal dan tim basket. Beban berat menimpa mereka. Anak-anak tim futsal sudah
berkumpul di sudut belakang kelas, tampaknya mendiskusikan taktik lagi.
Tetapi mereka menoleh begitu melihat aku masuk dengan
tongkat penyangga dan dibantu Oki.
“Manajer!”
“Kenapa, Manajer?”
“Kamu sakit itu ternyata ini toh?”
“Kakimu kenapa, May?”
Aku nyengir lemah kepada mereka yang bertanya-tanya, dan
berterima kasih karena sudah memberikan perhatian yang lebih kepadaku.
“May, kenapa?”
“Kecelakaan...” kataku.
“HAH?”
“DIMANA?”
“KOK BISA?”
“ASTAGA...”
“Sakit ya, May?”
Aku menceritakan kejadian kemarin dengan tidak terlalu
detil, misalnya waktu aku bertemu seorang adik angkatan cowok super manis yang
kebetulan ada di tempat kejadian dan menungguiku dan mengantarku pulang dan
memberiku piggyback sehubungan dengan
tidak bisanya kakiku diajak kompromi.
“Ya ampun, Maya...”
“Berapa lama harus pake tongkat?”
“Katanya sih semingguan...”
“Aduh... untung ya ada Oki...”
“Iya...”
Oki nyengir, wajahnya menunjukkan tampang
oh-tentu-saja-aku-bisa-diandalkan.
Hari ini benar-benar melelahkan karena aku harus bolak-balik
kelas, naik-turun tangga – karena kelas yang berbeda-beda setiap mata kuliah –
dengan tongkat yang memelankan langkahku. Untung saja – benar-benar untung! –
Oki adalah teman yang sangat baik. Dia rela ditinggal teman-temannya untuk
menemaniku dan membantuku berjalan dengan pelan. Pada akhirnya Satria ikut
berjalan pelan bersamaku dan Oki, yang diikuti Robi, Ary, Wira, Brian, dan
Wahyu; anak-anak futsal yang biasa. Saat istirahat makan siang tiba, aku sudah
malas turun ke bawah, dan hanya duduk terdiam di kelas menunggu jam berikutnya.
Kupasang headphone-ku dan menyalakan
lagu Epik High – judulnya Run.
“Mau makan apa?” tanya Oki baik hati.
“Roti coklat keju,” kataku. “Sama susu vanilla.”
“Okay, Miss.”
Oki membungkuk dalam-dalam, bersikap seperti butler. Kalau dipikir-pikir, dia memang terlihat seperti butler-ku hari ini – melayani dengan
cara membantuku apa saja. Ah, kecuali
ketika aku ingin ke toilet.
Oki dan kawanan yang lain dengan ramai turun ke kantin untuk
makan siang, dan aku terdiam di kelas. Ada anak-anak yang lain memang, sibuk
dengan tugas mata kuliah berikutnya yang belum mereka kerjakan. Tapi biasanya
aku akan terlihat menyendiri, senang dengan duniaku sendiri – headphone dan music player.
Tetapi kebosanan melandaku. Akhirnya kunyalakan laptopku –
yang kubawa karena Oki meminjamnya untuk presentasi kelompoknya hari ini – dan
segera online Y!M.
Ada friend request
dari “raga.bhakti”. Kupikir aku tahu dia siapa. Langsung saja aku accept request itu. Aku juga mendapat offline message darinya.
raga.bhakti: noona, are
you sure you are ok? I can’t help but keep thinking about you since this
morning.
Kubalas saja message yang
terdengar gombal itu (tapi aku tolerir karena dia memanggilku noona lagi) langsung. Ternyata Raga juga
sedang online.
maya_melianda: yes,
I’m fine... don’t have to worry. there’s nothing to worry about :)
Dalam beberapa detik, tulisan ‘raga.bhakti is typing...’ muncul.
raga.bhakti: :) tweet-tweetnya
bikin kepikiran. kakak nggak makan?
maya_melianda: tweet
apa? ah, sudah kuduga, harusnya nggak usah ngetwit kalo aku lagi sakit ya -.-“
nggak, capek naik-turun tangga. kamu dimana?
raga.bhakti: di lab
komputer, sekalian cari bahan buat laporan. lho, kakak harusnya makan lah...
maya_melianda: nitip
sama oki, kok. kamu itu lho yang makan, bisa jalan juga
raga.bhakti: kak oki
yang futsal itu ya? yang sering rame-rame sama kak satria itu kan? kakak deket
sama dia ya?
maya_melianda: iya, dia
temen kecilku. kenapa? cemburu?
raga.bhakti: kalau aku
bilang iya?
maya_melianda: kenapa
emangnya?
raga.bhakti: cause you
both grew up together
maya_melianda: don’t be
so immature -.-
raga.bhakti: bercanda,
noona ;;)
maya_melianda: oke,
oke, aku tahu. kamu tahu satria?
raga.bhakti: kenal
dong, dia kan kapten futsal. sering ketemu buat rapat bareng.
maya_melianda: lho,
kamu juga anak futsal?
raga.bhakti: liat bio
twitterku dong, kak -___-‘ aku anak basket, kapten basket
maya_melianda:
OOOALAAAHHHHH :O :O :O :O
raga.bhakti: kakak
pasti nggak gitu perhatian ya, sama tim basket? :))
maya_melianda: sori,
sori -.-v soalnya anak-anak angkatanku banyakan di futsal, terus mereka sering
main ke rumah, jadi tanpa disengaja aku jadi manajer futsal, padahal nggak
ngerti futsal...
raga.bhakti: lebih suka
mana kak, futsal atau basket?
Mendadak ditanya seperti itu oleh Raga membuatku tersentak
sedikit. Itu sama saja dengan ditanya: “kamu itu sebenarnya suka Satria atau
Raga sih?”. Pertanyaan yang belum bisa kujawab untuk saat ini.
maya_melianda: hm? yang
mana yaaa, aku nggak gitu suka olahraga sih. futsal juga nggak gitu ngerti,
basket apalagi. tapi emang lebih deg-degan kalo nonton futsal sih...
...karena ada orang
yang kusukai bermain di lapangan, aku menambahkan dalam hati.
raga.bhakti: ah, kalo
gitu aku akan berusaha :)
maya_melianda: untuk?
raga.bhakti: bikin
noona deg-degan waktu nonton basket
Begitu saja. Tanpa emoticon
apapun, tanpa tanda titik, tanpa koma, tanpa tanda seru. Sesungguhnya terbuat
dari apakah anak ini? Siapakah yang telah mendidiknya menjadi pria dengan
tingkat kespontanan, kegombalan, dan blak-blakan 100%?
maya_melianda: astaga
-_____________________________-“
raga.bhakti: =)) =))
=))
maya_melianda: do not
kidding me!
raga.bhakti: no, I’m
not. trust me.
Tolong, jangan memberi
aku banyak alasan untuk mulai menyukaimu!
Aku kehilangan minat untuk menanggapi Raga lebih lanjut,
karena terlalu memikirkan dua kalimat terakhir chatnya. Iseng, aku mengecek
profil Twitter Raga. Dia sudah
menyinggung-nyinggung soal ini tadi, tentang dia sebagai kapten basket.
Raga Bhakti Priandika
@raga_bhakti
basketball-ing all the time. Ima's.
@raga_bhakti
basketball-ing all the time. Ima's.
Indonesia http://facebook.com/raga.bhakti
Satu kata yang menarik perhatianku pertama kali adalah: Ima’s. Siapa Ima?
Dan kenapa dia dengan terang-terangan begitu padaku
sementara dia sudah punya gadis ini – yang namanya Ima?
Sialnya lagi, kenapa lambat laun aku mulai tertarik pada
Raga?
* *
*
Done at 22:32
1st edit at 22:40
2 Mei 2012