7 Jan 2012

Dear, seseorang-yang-bahkan-namanya-saja-tidak-berani-kusebut.

Kau bukan Lord Voldemort atau semacamnya, sehingga aku tidak berani menyebut namamu. 

Kau biasanya duduk dengan santainya, di pojok ruang kelas kita, dengan headphone terpasang di telingamu, asyik dengan duniamu sendiri – dunia musikmu. Matamu terpejam, kepalamu mengangguk-angguk mengikuti suara yang terdengar dari headphone-mu. Headphone warna hitam dan biru muda.

Kau tidak tahu bahwa aku membeli headphone yang setipe dengan milikmu – hanya saja milikku warna ungu, bukan biru muda. Tapi tenang saja – aku tidak akan membawanya ke sekolah, tidak. Tidak akan pernah.

Aku tak pernah tahu jenis musik yang kau dengar. Tidak tahu. Owl City? Linkin Park? MCR? Atau malah The Script? Aku sangat ingin sekali tahu, hei, manusia-tampan-dengan-senyum-memesona. Setidaknya beri aku petunjuk.

Memang tidak mungkin sih, bahkan kita saja jarang sekali bicara. Kita sekelas, memang. Tapi, kau mungkin tidak terlalu mengenalku. Kita baru saja sekelas selama enam bulan. Ya... wajar kalau kau tidak ingat siapa aku.

Kadang aku iri sekali, jujur, iri sekali pada gadis-gadis yang begitu dekat denganmu, tertawa-tawa bersamamu. Kenapa mereka bisa begitu dekat denganmu? Denganmu dan teman-temanmu. Padahal mereka kan juga teman-teman barumu. Kenapa aku tidak bisa sedikitpun mendekatimu, wahai pemetik-gitar-paling-dikenal-di-sekolah?

Aku selalu memerhatikanmu, wahai ketua-kelas-bijaksana-dengan-suara-yang-menghanyutkan. Memerhatikanmu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku hapal wangi parfummu. Aku tahu merk sepatumu yang kau pakai – Senin dan Rabu kau selalu memakai Converse warna hitam dengan tali abu-abu, Selasa-Kamis-Jumat kau selalu memakai Adidas putihmu. Aku hapal gaya berpakaianmu – blazer yang tidak dikancing, dasi yang dipasang asal-asalan, tetapi dengan kemeja yang rapi. Aku hapal caramu berjalan, aku hapal caramu menyandang tasmu. Aku bahkan hapal suara motormu.

Dan malam tadi, aku bermimpi tentangmu. Kita ada di sebuah karnaval besar di kota kita. Kau mengenakan kemeja kotak-kotak biru dan jins hitam, tampan seperti biasa. Kita mendatangi karnaval bersama anak-anak sekelas, menghabiskan waktu seharian bermain di karnaval itu.

Mimpiku lama kelamaan semakin absurd, dan aku tidak bisa mengingatnya. Aku hanya ingat mengejarmu yang pergi dengan motormu – kau melakukan entah apa padaku, entah mengambil permen kapasku, atau mengacak rambutku, kemudian kau pergi sambil tertawa. Aku hanya bisa berteriak dan mengejarmu, meski tidak terkejar.

Di mimpiku, kita terlihat sangat dekat.

Aku ingin sekali tidak bangun lagi agar bisa terus dekat denganmu, pria-berbaju-kotak-biru. Aku ingin sekali meneruskan mimpiku – aku berhasil mengejar motormu dengan taksi berwarna kuning, mencegatmu, kemudian kau turun dari motormu, aku keluar dari taksi, dan lalu kita... kembali ke karnaval, tertawa-tawa, saling merangkul.

Ah, sudahlah. Kuanggap mimpi malam kemarin adalah hadiah dari Tuhan untukku yang benar-benar merindukanmu.

Aku menyayangimu,  seseorang-yang-tidak-sanggup-kusebut-namanya-di-dunia-nyata.

Yogyakarta, 7 Januari 2012

4 komentar

The Antique Tales . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates