7 Jan 2013

Bahkan novel-novelku tidak bisa mengalahkan bayangan-bayangan, skenario, mimpi-mimpi, cerita-cerita, yang kususun secara imajinatif di benakku, sebelum tidur. Tentang perkemahan. Tentang hutan. Tentang pondok kecil di hutan. Tentang terjebak di dalam sana, dengan kaki terkilir. Tentang nyaris tenggelam di sungai arus deras. Tentang mendaki gunung. Tentang bermain-main bola di pantai.

Tetapi terutama tentang kamu.

Pemuda berkemeja rapi dengan lengan sebatas siku, jam hitam di tangan kiri, jins hitam, dan sneakers. Santai. Dengan tas punggung longgar yang kelihatannya amat ringan, tidak berisi. Postur tubuh yang agak kecil, tetapi cukup tinggi.


Dan dengan senyum yang jarang muncul, tetapi kelangkaannya memesona. Dengan mata kecil yang indah. Dengan bibir tipis yang tampak-lembut. Dengan suara dalam, menenangkan, selirih angin. Hanya aku yang bisa mendengarnya.

Dan dengan genggaman tangan yang kuat, tapi nyaman di saat yang bersamaan. Hangat. Membuat siapapun yang digenggam merasa dilindungi.

Membuatku, dalam khayalan-khayalan sebelum tidurku, merasa dilindungi.

Membuatku tidak merasa sendirian sebelum tidur.

Membuatku merasa hangat.

Terutama ketika kamu mengulurkan tangan untuk menepuk-nepuk kepalaku pelan.

“Jangan nangis lagi,” katamu, padahal aku sama sekali tidak meneteskan air mata kala itu. “Aku bingung harus apa...”

Aku tersenyum, bahagia, memandang matamu, lalu menuruni hidungmu, dan memusatkan perhatian pada bibirmu. Bibir yang kedua sudutnya tertarik ke atas, meski sedikit, tetapi bermakna karena kamu yang melakukannya.

Karena di dunia nyata jarang sekali kutemukan kamu tersenyum begitu padaku. Bagaimanapun aku berharap. Meminta. Kamu tidak akan pernah tersenyum padaku – tidak pernah ada masanya dimana aku dan kamu bicara empat mata, bergenggaman tangan, saling menatap, dan tersenyum kecil.

Kamu cuma nyata di khayalan sebelum tidurku.

Dan kemudian masuk ke dalam mimpiku, dengan cara-cara yang membuatku malu ketika terbangun dari tidur esok paginya. Berharap mimpi ini tidak pernah selesai, dan sesekali, berharap aku tidak pernah terbangun untuk meneruskan mimpi ini.

Atau, kalau mau ditulis dengan kalimat yang lebih rasional: aku berharap bisa tidur lebih panjang dan menyelesaikan mimpi ini sampai tuntas!

Karena sekali lagi, kamu cuma nyata di khayalan sebelum tidurku.

Pemuda berkemeja hitam dengan lengan sebatas siku, dan jam tangan di tangan kiri. 

The Antique Tales . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates