Tentang Satria. Dan Nostalgia.
Empat tahun yang lalu, kamu beranjak pergi dari hidupku. Bukan sesuatu
yang besar–hanya kelulusan, dan menapakkan kaki ke dunia luar.
Empat tahun yang lalu, aku berhenti memikirkan kamu. Bukan sesuatu yang
besar–hanya membiasakan diri tidak melihatmu di duniaku.
Bolehkah aku merasa kehilangan?
Bolehkah aku merasa sayang?
Bolehkah aku merasa menyesal?
Aku rela memberikan apa saja untuk mengesahkan perasaan ini, Satria.
Juga mengorbankan apa saja untuk membenarkan perasaan ini.
Agar hilang rasa bersalahku padamu, pada pacarmu, pada teman-temanku,
pada teman-temanmu. Agar tidak terasa sia-sia ribuan kata yang aku tulis untukmu,
tentangmu, delapan tahun yang lalu.
Ah, tapi, menulis tentangmu tidak pernah sia-sia. Selalu ada hal yang
menyenangkan di tengah-tengah sakitnya hati. Selalu ada hal-hal yang membuat
tersenyum di antara air mata.
Ataukah aku saja yang menikmati rasa sakitnya?
Sebab menyukaimu, tanpa disadari, kadang menyakitkan.
Mengagumimu dari jauh, tanpa bisa mengambil keputusan.
Kemudian suatu hari, kamu pun menjalin hubungan.
Dan aku hanya bisa tersenyum miris, menyesali keadaan.
Empat tahun berlalu sejak kamu pergi.
Empat tahun berlalu sejak aku berhenti.
Apa kamu pikir semuanya sudah hilang ketika kamu kembali?
-Jogja, 12 Mei 2020